SALAH SIAPA??????????
Oleh: Jhon Fawer S.
Hujan pagi itu tak henti-hentinya, ember-ember kecil hampir ada disetiap sudut ruangan, rumah itu memang tak layak huni lagi tetapi apa boleh buat, Tiopan kecil harus pasrah untuk menerima semua itu, Tiopan dibesarkan dengan hidup yang serba pas-pasan, tak ada yang harus disalahkan, yang pasti setiap orang ingin hidup bahagia tetapi apa boleh buat kenyataan kadang lain dan memang itulah adanya, terlebih lagi masa sekarang hidup serba sulit.
Dunia pekerjaan mengharuskan minimal tamatan SMA, padahal orang tua Tiopan hanyalah tamatan SMP, sehingga untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit, orang tua Tiopan kini tidak bisa lagi memilih-milih kerjaan asal ada sudah syukur. Semua itu telah dijalani, mulai dari tukang pakir, becak dayung dan lain-lain tanpa mengenal siang dan malam, meskipun orang tua Tiopan bekerja sekeras apapun tapi yang dihasilkan tidaklah seberapa bahkan untuk makan sehari-hari pun bisa sudah syukur, di tambah lagi uang kontrakan yang makin bulan makin naik seiring dengan kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi BBM, secara nyata berdampak tehadap kebutuhan hidup lainya.
Tiopan kini sudah duduk di sekolah dasar, memang Tiopan sebenarnya tak sanggup untuk mengecap sekolah tetapi berkat bantuan pemerintah yang mewajibkan belajar sembilan tahun, Tiopan sangat terbantu, kini orang tuanya hanya memikirkan ongkos Tiopan tiap harinya serta jajananya supaya Tiopan bisa bergaul dengan teman satu sekolahnya, tetapi meskipun demikian itu sangat memberatkan bagi orang tuanya, tetapi demi masa depan Tiopan yang lebih baik, orang tuanya bersusah payah untuk menyekolahkannya. Tak terasa enam tahun telah berlalu Tiopan sudah tamat SD.
Orang tua Tiopan kini tidak lagi sanggup untuk bekerja, karena mulai dari kecil orang tua Tiopan sudah terbiasa dengan pekerjaan yang serba berat, sehingga setelah umur paruh baya orang tua Tiopan sakit-sakitan dan tidak mampu lagi bekerja, orang tua Tiopan kini hanya tinggal dirumah, beban hidup keluarga Tiopan makin sulit semenjak tak ada lagi tulang punggung keluarga Tiopan, ibu Tiopan hanyalah seorang tukang cuci , pekerjaanya ini telah di geluti semenjak ibu Tiopan mulai berkeluarga untuk membantu sang suami.
Niatan Tiopan untuk melanjut sangatlah tinggi, dia ingin sekolah setinggi-tingginya agar suatu saat kelak dia dapat merubah nasib keluarganya, karena dia anak satu-satunya, tetapi untuk duduk di bangku SMP bukanlah hal yang gampang bagi Tiopan karena keterbatasan biaya yang serba kekurangan. Meskipun orang tuanya melarang Tiopan untuk melanjut sekolah tapi berkat bujuk rayu Tiopan, orang tuanya luluh dan mau untuk menyekolahkan Tiopan, asal satu syarat Tiopan harus ikut bekerja dan ikut membantu orang tuanya.
Kini Tiopan sudah mulai sekolah lagi, setelah libur hampir satu bulan setelah tamat SD, Tiopan sekolah disalah satu SMP negeri, karena Tiopan masih tergolaong anak yang pintar, sehingga dia lolos masuk SMP negeri meskipun banyak saingan, hal itulah yang mendorong semangat orang tuanya semakin semangat untuk menyekolahkannya.
Demi sekolahnya Tiopan harus ikut bekerja untuk membantu beban sekolahnya, sehabis sekolah Tiopan harus bekerja yaitu dengan berjualan rokok dan koran meskipun hasilnya tak seberapa tapi bisalah untuk membantu ibunya demi uang sekolahnya, hari-hari dilalui Tiopan dengan penuh kerja keras, siang malam dilaluinya di pasaran demi perjuangan hidup dan untuk keberlangsungan pendidikannya, waktu belajar Tiopan kini jadi tersita karena Dia menghabiskan hari-harinya untuk bekerja, padahal seumuran Tiopan masih waktunya untuk bermain dan belajar, sehingga prestasi belajar Tiopan semakin menurun Dia sering diolok-olok dan dipermalukan disekolah karena dia sering tertidur dikelasnya dan tak mampu menjawab pertayaan dari Guru.
Prestasi Tiopan yang semakin menurun membuat Tiopan makin tidak bersemangat lagi untuk bersekolah, Dia telah ketinggalan jauh dari teman-temannya dalam hal pelajaran, karena tidak jarang Tiopan tidak masuk sekolah hanya untuk membantu orang tuanya. Tak sampai kelas dua SMP Tiopan harus berhenti sekolah karena tak sanggup lagi membayar beban uang sekolah di tambah lagi prestasi Tiopan yang kian hari kian menurun sehingga Tiopan merasa tak biasa lagi untuk meneruskan cita-citanya
Keputus-asaan merajai Tiopan, Dia larut dalam kesedihan Dia tak tahu harus meminta bantuan sama siapa lagi, dan harus menyalahkan siapa, harapan itu telah pupus dan tak akan terulang lagi, dia merasa gagal untuk membahagiakan orang tuanya, beban yang dipikul Tiopan begitu berat terlebih lagi melihat kondisi orang tuanya yang hanya terbaring di tempat tidur, Tiopan ingin sekali membawa bapaknya untuk berobat tapi apa daya dia tidak punya uang untuk biaya perobatan. Tiopan merasa tak sanggup lagi melihat kenyataan hidup ini, Tiopan harus melampiaskan hidupnya dengan minuman keras bahkan sampai narkoba.
Hidup di pasaran yang serba bebas membuat Tiopan kecanduan akan minuman keras dan narkoba, bahkan demi barang haram tersebut Tiopan harus mencuri, asal dia dapat mengomsumsi barang haram tersebut.
Akhir-akhir ini Kampung itu mulai diresahkan dengan berbagai aksi pencurian, sehingga pos-pos keamanan dibeberapa tempat dikampung tersebut harus dibuat, demi menjaga keamanan tempat tersebut, malam itu Tiopan pulang larut malam tidak tahu entah darimana, secara tiba-tiba seorang pencuri melemparkan tas hasil curian kepada Tiopan, Tiopan yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran para warga yang main hakim sendiri, kini Tiopan harus mengalami nasib sial dan mati tragis dalam amukan massa yang bukan salahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar